Minggu, 08 Februari 2009

KUMPULAN REFLEKSIKU


“kala kudengar panggilan-Mu Tuhan, kupersembahkan seluruh hidupku, lalu kuarungi samudra luas. Berpegang pada kasih setia-Nya.” Syair karya Putut Pudy ini ternyata sanggup menyentuh hatiku untuk memasrahkan seluruh hidupku pada Tuhan. Mengapa demikian? Sederhana saja, karena bagiku, Tuhan adalah kasih.
Sudah 4 bulan yang kulalui di Wacana Bhakti, disini aku banyak sekali measakan kasih Tuhan yang seiap saat kurasakan. Di saat sedih, di saat senang, saat gembira, dan saat kesepian. Dan di dalam saat-saat itulah, semua kasih yang kurasakan dari Tuhan, Kutuliskan semua disini. Dalam menuliskan refleksi ini, tak semudah kita membalikkan telapak tangan, sebaliknya perlu usaha, kerja keras, dan pengorbanan untuk meluangkan sedikit waktu untuk menulis refleksi, ditengah jadwal yang sangat padat ini.
Ketika saya masuk seminari saya pun diajarkan oleh Fr.Hepi untuk cara menulis releksi yang baik dan benar. Tetapi itu semua tak akan terjadi bila kita tidak mau mencoba menuliskanya sendiri. Kadang-kadang saya pun masih merasa kurang bagus dalam menulis refleksi. Tetapi itu semua dapat berjalan sesuai waktu, lama-kelamaan cara kita menulis refleksi tersebut pun berubah. Dan refleksi kita pun menjadi sangat menarik.
Dalam perjalanan waktu saat menulis refleksi, muncul aneka pertanyaan, perasaan, pergumulan perihal hidup panggilan. Entah itu bersifat mempertanyakan panggilan, mensyukuri rahmat panggilan, dan merenungkan kembali motivasi awal sebagai calon seminaris. menurut saya refleksi ini sangatlah penting untuk kehidupan kedepan, kerena refleksi ini pun bila kita membacanya dari awal kembali, pasti kita akan tertawa sendiri ketika cara menulis refleksi kita masih sangat kurang bagus. Tetapi dengan bila membaca refleksi kita yang sudah lewat, kita pun bisa belajar memahami dan terus memahami, sehingga cara menulis refleksi kita pun lama-kelamaan akan semakin bertambah. Dan akhirnya pun kita bisa tahu bagaimana cara menulis refleksi yang baik dan benar.
Didalam kita menuliskan refleksi ini pasti ada saat-saatnya kita pun merasa malas dalam menuliskan refleksi ini. Mungkin karena banyak faktor, diantaranya adalah kadang-kadang Pekerjaan Rumah yang diberikan guru terlalu menumpuk, hal itu juga disertai ulangan yang menumpuk, lalu kadang-kadang kita tidak bisa mengatur waktu yang begitu padat ini, sehingga refleksi pun terabaikan dan pada akhirnya pada saat refleksi dikumpulkan kita pun jadi kejar tayang, kalau sudah seperti itu hasil refleksinya pun kurang memuaskan.
Hal-hal yang selalu saya katakan dalam diri saya adalah sempatkan waktu-waktu sejenak untuk menulis refleksi. Karena menurut saya kalau kita menulis refleksi dari dini, pasti kita menjadi orang yang mengenal diri kita secara utuh. Dapat mengenal kekurangan-kekurangan kita yang sebelumnya kita tak pernah tahu dan juga dapat mengenal kelebihan-kelebihan kita yang sebenarnya ada tetapi kita belum tahu.
Saya pun pertama kali diberi tahu cara menuliskan refleksi oleh Frater Eko. Saya disuruh menulis pertama kali yaitu pada saat saya MOSB (Masa Orientasi Siswa Baru) dan dalam MOSB itu saya pun mendapat banyak sekali inspirasi. Inspirasi—inspirasi tersebut berawal dari saya dimarah-marahi oleh semua kakak kelas, dibentak-bentak, dan disuruh lari-lari membawa barang. Dalam MOSB itu pun saya menyimpulkan bahwa untuk menjadi calon pastor itu tidak gampang melainkan butuh pengorbanan besar.
Dalam masa-masa MOSB tersebut saya ditantang untuk berani menjalani semua kehidupan-kehidupan yang ada di Seminari Wacana Bhakti. Saya juga tak habis pikir, bahwa ternyata MOSB di WB sangat jauh berbeda dengan MOSB-MOSB di sekolah-sekolah atau di universitas-universitas lainnya. Apalagi saya tidak pernah yang namanya di bentak-bentak dan di marah-marahi seperti waktu di MOSB. Hal itupun yang membuat saya merasa sedih. Karena saya merasa Tuhan tidak membantu saya dalam penderitaan saya dan hal itu juga yang membuat saya berfikir bahwa mengapa MOSB seminaris kok seperti ini? Harusnya khan MOSB seminaris itu lebih halus tetapi yang saya rasakan adalah malah sebaliknya. Tetapi dibalik itu semua, saya sadar bahwa tujuan MOSB yang seperti itu ternyata melatih mental dan fisik kita supaya dalam kehidupan kedepannya kita bisa bertahan dalam segala bentuk godaan-godaan atau semacamnya.
Setelah lepas dari MOSB dan resmi menjadi seminaris Wacana Bhakti angkatan 22. Saya pun diajarkan kembali oleh frater Hepi untuk menulis refleksi yang bukan hanya sekedar refleksi. Refleksi itu harus berisi tentang perasaan-perasaan saya yang saat ini saya rasakan secara mendalam. Dan juga refleksi yang kita tulis di buku refleksi itu harus keluar tulus dari lubuk hati kita yang paling dalam, karena dengan begitu refleksi yang kita tulis bisa ,enyentuh hati rang yang membaca refleksi kita.
Dan manfaat yang bisa saya rasakan adalah saya menjadi bisa untuk menulis sebuah releksi yang tulus keluar dari dalam diri saya. Lalu saya kini pun bisa menikmati hasilnya. Hasil-hasil yang saya rasakan selama kurang lebih lima bulan adalah saya merasa bisa mengulang saat-saat saya masih di MOSB, saat-saat 1 bulan, saat-saat 2 bulan dan lain-lain.

Rabu, 21 Januari 2009

Gambar

Expresikan Aksimu

Kembalikan Kelenteng Poncowinatan ke Aslinya!
/
Artikel Terkait:
Barongsai di Kelenteng See Hin Kiong
Nilai-nilai Imlek Sudah Bergeser
Berharap Rejeki Nomplok di Malam Imlek
Persiapan Sembahyang di Petak Sembilan
Kelenteng See Hin Kiong Pasang 500 Lampion
Selasa, 13 Januari 2009 18:25 WIB
YOGYAKARTA, SELASA--Yayasan Bhakti Loka selaku pengelola Kelenteng Poncowinatan tetap meminta agar bangunan sekolah Budya Wacana yang berada di sisi barat kelenteng harus dibongkar dan meminta bangunan kelenteng dikembalikan ke aslinya.
"Jika tidak sesuai dengan izin mendiringan bangun bangunan (IMBB), maka bangunan itu harus dibongkar," kata kuasa hukum Yayasan Bhakti Loka, Moelyadi SH, di Yogyakarta, Selasa usai sidang lanjutan gugatan terhadap Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang digelar di Kelenteng Poncowinatan, Yogyakarta, Selasa.
Menurut Moelyadi, Kelenteng Poncowinatan merupakan potensi cagar budaya, sama seperti Keraton Ngayogyakarta dan Tugu. "Logikanya adalah, apakah keraton dan Tugu bisa dihancurkan," ujarnya.
Ia menambahkan, penerbitan IMBB No 0611/JT2007 oleh tergugat telah merugikan penggugat sebagai badan hukum yayasan yang bertanggung jawab memelihara kelestarian Kelenteng Poncowinatan dan Kelenteng Gondomanan Yogyakarta.
"Bangunan bagian barat yang merupakan bagian dari Kelenteng Poncowinatan dibongkar oleh pihak ketiga dan didirikan bangunan sekolah Budya Wacana, tanpa sepengetahuan penggugat," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Hukum Pemerintah kota Yogyakarta, Basuki Hari S menyatakan belum ada dokumen yang menegaskan bahwa Kelenteng Poncowinatan termasuk dalam benda cagar budaya.
IMBB pun diterbitkan berdasar surat yang menegaskan bahwa kelenteng tersebut bukan termasuk benda cagar budaya, yaitu Surat Dinas Kebudayaan Provinsi DIY Nomor 432/996 perihal data benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang dipertegas dengan Surat Depbudpar Nomor 242/DIT.PP/SP/3.III/2008.
Rekomendasi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) pun menyebutkan bahwa bangunan yang dirobohkan adalah bangunan baru yang telah direnovasi 1970 dan 2003.
Namun demikian pihak penggugat bersikukuh pada surat yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta pada 20 November 2007 lalu yang menyatakan izin mendirikan bangunan menunggu rekomendasi dari Direktur Peninggalan Purbakala didukung penegasan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada 14 Desember 2007.
Kelenteng Poncowinatan dibangun 1897 pada masa Sultan Hamengku Buwono VII, di kawasan itu juga berdiri Sekolah Tionghoa Hak Tong (THHT) yang dibangun 1907.
Kelenteng yang berlokasi di utara Tugu Yogyakarta itu dibangun di atas tanah seluas 6.200 meter persegi, pemberian Kesultanan Ngayogyakarta dan sampai saat ini bangunan kelenteng yang tepat berada di utara pasar Kranggan itu tetap dijadikan tempat ibadah umat Tionghoa dan menjadi salah satu bangunan tua di Yogyakarta. (ant)

Perkenalan Diri Saya

Alexander Glen Gesa Winata
Kpp
21-11-2009
Hai kawan nih dia blog

Miracle

Miracle